Hampir
setiap pulang sekolah, aku selalu melihat perempuan itu, dia duduk di halte
dengan mata yang selalu basah, mungkin dia menangis, begitu pikirku, tapi aku
tak berani untuk bertanya kenapa dia menangis.Hari ini pun sama dengan hari-
hari kemarin, Pak Min supir ku telat menjemputku, “Halo, pak Min, cepetan
dong,aku udah nunggu lama nich…”Ujar ku kesal pada Pak Min, “Iya non Tia, sabar
ya, di jalan macet.”Ujar Pak Min, “Ya sudah, cepetan kalo gak Tia pulang naik
bis nich.”Ujar ku sambil menutup Handphone nokia ku. Aku melihat perempuan itu
duduk di sebelahku, aku pun memberanikan diri untuk bertanya, “Maaf mbak,
nunggu bis nomor berapa?”Tanya ku pada perempuan itu, dia hanya menatapku, aku
agak sedikit takut dengan tatapannya, tapi aku coba menenangkan diriku, “tidak
akan terjadi apa- apa”,batin ku.”Mbak kenapa menangis?”Tanya ku lagi, tapi
perempuan itu tidak mengubris pertanyaanku.Tiiiit……., “Itu pak min, “Batin ku,
“Mbak, saya duluan ya…”Ujar ku, dia hanya melihatku tanpa mengucapkan sepatah
kata pun padaku.Entah kenapa aku selalu penasaran dengan perempuan itu, kalau
aku taksir umurnya kira- kira 20 tahunan,dia selalu memakai baju dengan warna
yang sama baju kemeja berwarna coklat muda, celana jeans hitam, dan sandal
jepit.Sekolah ku libur satu bulan, karena kenaikan kelas, untuk liburan kali
ini Papa tidak bisa cuti, karena banyak pekerjaanya yang belum dia selesaikan,
“Papa …. Aku pengen liburan…”Ujar ku pada Papa, “Iya Tia, Papa ngerti koq, kita
liburannya tahun depan aja ya, insya Allah tahun depan Papa dapat cuti besar,
kita bisa pergi jalan- jalan kemanapun kamu mau.”ujar papa, “benar pa?kalo gitu
kita jalan – jalan ke Singapura dan kuala lumpur ya Pa.”ujar ku, papa
mengangguk, “Hore……”aku teriak senang, “Papa, jangan memanjakan anak ah…”Ujar
Mama, “Ih… Mama…pa, gimana boleh ya pa?”tanya ku, Papa mengangguk setuju,
“Horeeee….”aku berteriak girang sambil keluar rumah, “Tia kamu mau kemana
nak?”Tanya Mama, “Ke halte Ma.”Ujar ku, “Ngapain?”Tanya Mama, aku hanya
tersenyum simpul.Aku melihat perempuan itu lagi, kali ini dia memakai baju
dengan warna yang sama, dan seperti biasa dia menangis, aku ingin sekali
mendekatinya, tapi entah kenapa aku merasa takut, lelaki di sebelah perempuan
itu sedang asyik membaca Koran, aku sempat heran kenapa lelaki itu tidak
perduli pada perempuan itu.Tak lama lelaki itu pergi menaiki bus, perempuan itu
kini tinggal sendiri, dia masih menangis, aku pun mencoba mendekatinya, “Mbak,
mbak kenapa koq mbak nangis?”Tanya Ku, seperti biasa dia tidak menjawab
pertanyaanku. Malam ini aku masih menunggu di halte itu, hari sabtu dan minggu
aku mengikuti kegiatan pramuka, jadi hampir setiap hari waktuku habis di halte
hanya untuk menunggu supir pribadiku itu, dan hampir setiap hari pula aku
bertemu denga perempuan itu, aku pun mencoba memperkenalkan diri lebih dulu,
“Mbak, kenalkan nama ku Tia, aku sering melihat mbak disini, mbak ngapain
setiap hari menunggu di halte ini?”aku memberanikan diri untuk bertanya, dia
menoleh padaku, “Nama ku Ana, aku sedang menunggu seseorang.”Ujar nya. “Ohh…
mbak menunggunya setiap hari ya?”Tanya ku, dia mengangguk, “Kenapa?”Tanya ku
lagi, “Maksudnya?”Tanya Ana, “Kenapa Mbak menunggunya?”Tanya ku, “Dia orang
yang paling special dalam hatiku, namanya Mas Hardi, dia itu cinta pertamaku,
dan dia berjanji akan melamarku.”Ujar Ana,”Tapi kenapa mbak menunggunya
disini?”Tanya ku lagi, “Karena dia memintaku untuk menunggunya di halte
ini.”Ujarnya, “Mbak sudah nunggu Mas Hardi itu berapa lama?”Tanya Ku, “Lebih
kurang 3 bulan.”ujarnya, “Hah… selama itu mbak nunggu di halte ini?”Tanya ku,
dia mengangguk, “Benar- benar perempuan setia, “Batinku.Sejak saat itu, aku
selalu menemui mbak Ana di halte itu, aku banyak mendengar cerita- ceritanya
tentang kisah cintanya bersama Hardi,mulai dari pertemuan pertama yang tidak
disengaja, saat mereka janjian, bahkan saat hubungan mereka ditentang oleh
orang tua Ana gara- gara Mas Hardi itu belum bekerja, “Kamu harus berjuang
untuk cinta kamu ya Tia.”ujarnya padaku, “Ahhh…mbak Ana, aku kan belum punya
pacar.”ujar ku, “Masa?kayak nya gak mungkin kalo kamu belom punya
pacar.”ujarnya, “Bener mbak, ntar kalo aku udah punya pacar aku kenalin ke mbak
Ana ya, “Ujar ku, dia hanya mengangguk. “Mbak, aku boleh Tanya gak?”Tanya ku,
“Mau Tanya apa?”ujarnya, “Kenapa sich, Bapak- bapak itu melihat aku terus?apa
ada yang salah dengan aku ya?”Tanya Ku, “Enggak ada koq,udah gak usah
dipikirin,biar aja bapak itu melihat kamu, gak usah diperduliin ya.”Ujar
nya,aku mengangguk, “Oh ya mbak, ngomong-ngomong rumah mbak dimana sich?”Tanya
ku, “Kamu mau tahu?”Tanya mbak Ana, aku mengangguk, “Kalau aku kasih tahu nanti
kamu takut?”Tanya Mbak Ana, “Takut kenapa mbak?”Tanya ku lagi, “Rumahku di
sebelah sana.”ujarnya sambil menunjuk tempat pemakaman, “Pemakaman mbak?”Tanya
ku, “Kamu takut ya?tenang aja aku gak gigit koq, “Ujarnya lagi, aku tersenyum
.Jujur, aku benar- benar penasaran dengan perempuan yang bernama Mbak Ana itu,
dia memang belum cerita banyak padaku, tapi aku benar- benar penasaran dengan
ceritanya.”Mbak, hubungan Mbak dengan Mas hardi itu bagaimana?”Tanya ku, “Kamu
mau dengar ceritaku?”Tanya Mbak Ana, aku mengangguk, dia pun memulai ceritanya,
“3 bulan aku menunggunya, aku pacaran dengan Mas Hardi selama 1 tahun, tapi
selama itu pula orang tua ku tidak setuju, karena Mas Hardi itu pengangguran,
Mas Hardi bukan seorang pemalas, dia sangat rajin mencari kerja, tapi tamatan
SMA mau kerja apa?orang tuanya memang termasuk keluarga berada, tapi Mas Hardi
mempunyai hubungan yang buruk dengan orang tuanya, karena itu lah makanya aku
tidak pernah dikenalkan ke keluarganya, Mas Hardi berjanji akan mencari kerja,
dan kalau sudah punya uang cukup dia mau melamarku, dia tidak perduli dengan
keluarganya, katanya akulah yang paling berharga untuknya.Aku bangga dengan Mas
hardi, keuletannya semakin membuatku sayang sama dia. Kami sempat ingin “Kawin
lari.”tapi kecelakaan itu merubah segalanya, tepat di jalan ini, Mas Hardi
jatuh bersimbah darah, Saat itu saat kami kabur dari rumah, perutku terasa
lapar, Mas Hardi pun pergi mencari makanan untuk kami, saat ingin menyebrang
jalan, tiba- tiba sebuah truk tronton menabrak tubuh Mas Hardi, nasi yang di
beli Mas Hardi pun jatuh berserakan, aku sangat terkejut melihat kejadian itu,
Saat itu aku sedang menunggunya disini, di halte ini, aku pun lari menghampiri
tubuh yang sudah bersimbah darah itu, aku gak kuat melihat Mas Hardi tidak
berdaya, tak ada seorang pun yang mau menolong, mereka takut berurusan dengan
polisi, akhirnya Mas Hardi hanya di biarkan di tengah jalan tanpa ada satupun
orang yang mau menolongnya, aku pun berlari meminta pertolongan, aku pun
menyebrang kembali menuju halte ini, tapi tiba- tiba, aku pun tertabrak sebuah
mobil yang sedang melaju kencang, tubuhku terasa ambruk, tulang- tulangku
terasa remuk,“ Dia tidak melanjutkan ceritanya, Mbak Ana hanya menangis.Aku
sangat terharu mendengar ceritanya, lalu aku pun bertanya padanya, “Tapi
setelah tertabrak Mbak Ana gak apa- apa kan?”Tanya ku, “Aku sempat di bawa ke
rumah sakit, tapi…..”Dia tidak melanjutkan ceritanya, “Tapi apa mbak?”Tanya ku
penasaran, “Nanti kau juga akan tahu,”Ujarnya, aku pun terdiam, aku benar-
benar penasaran dengan ceritanya, tapi aku takkan memaksa seseorang untuk
bercerita.“Mbak, mbak bicara sama siapa?”Tanya penjual Koran yang duduk
disampingku, “Aku bicara sama….loh mana Mbak Ana? Bapak lihat perempuan yang di
sebelah saya gak?”Tanya ku, “Dari tadi saya tidak melihat siapa- siapa
mbak.”Ujarnya, “Masa?tadi saya ngobrol dengan seorang perempuan bernama Ana,
pacarnya meninggal di tabrak truk tronton.”Ujar ku. “Ohh…memang ada mbak dan kejadian
itu sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu, tapi setahu saya mereka berdua sudah
meninggal, kayak romeo dan Juliet gitu mbak ceritanya, yang cowoknya mati di
tabrak truk tronton,nah pas ceweknya mau nolong saat nyebrang tuh cewek di
tabrak mobil sedan gitu mbak, gara- gara gak hati- hati, lampu lalu lintas
masih hijau, tapi mbak itu terus menyebrang jadi ya…..gitu dech mbak,
mati.”Ujar penjual Koran itu.Aku terhenyak, jadi perempuan yang selama ini ku
temui di halte itu ……….”Mbak, mbak kenapa?”Tanya penjual Koran itu, tiba- tiba
mobil sedan sudah ada di depan, “Loh, non Tia, non Tia kenapa?”Tanya Pak Min,
tubuhku terasa lemas, “Pak Min kita pulang sekarang, mulai besok dan seterusnya
jemput aku di sekolah saja.”Ujar ku, “Tumben non, biasanya minta di jemput di
halte, emang kenapa non?tanya Pak Min, aku tidak menjawab.