Jumat, 13 Januari 2012

Perempuan di Halte Itu


Hampir setiap pulang sekolah, aku selalu melihat perempuan itu, dia duduk di halte dengan mata yang selalu basah, mungkin dia menangis, begitu pikirku, tapi aku tak berani untuk bertanya kenapa dia menangis.Hari ini pun sama dengan hari- hari kemarin, Pak Min supir ku telat menjemputku, “Halo, pak Min, cepetan dong,aku udah nunggu lama nich…”Ujar ku kesal pada Pak Min, “Iya non Tia, sabar ya, di jalan macet.”Ujar Pak Min, “Ya sudah, cepetan kalo gak Tia pulang naik bis nich.”Ujar ku sambil menutup Handphone nokia ku. Aku melihat perempuan itu duduk di sebelahku, aku pun memberanikan diri untuk bertanya, “Maaf mbak, nunggu bis nomor berapa?”Tanya ku pada perempuan itu, dia hanya menatapku, aku agak sedikit takut dengan tatapannya, tapi aku coba menenangkan diriku, “tidak akan terjadi apa- apa”,batin ku.”Mbak kenapa menangis?”Tanya ku lagi, tapi perempuan itu tidak mengubris pertanyaanku.Tiiiit……., “Itu pak min, “Batin ku, “Mbak, saya duluan ya…”Ujar ku, dia hanya melihatku tanpa mengucapkan sepatah kata pun padaku.Entah kenapa aku selalu penasaran dengan perempuan itu, kalau aku taksir umurnya kira- kira 20 tahunan,dia selalu memakai baju dengan warna yang sama baju kemeja berwarna coklat muda, celana jeans hitam, dan sandal jepit.Sekolah ku libur satu bulan, karena kenaikan kelas, untuk liburan kali ini Papa tidak bisa cuti, karena banyak pekerjaanya yang belum dia selesaikan, “Papa …. Aku pengen liburan…”Ujar ku pada Papa, “Iya Tia, Papa ngerti koq, kita liburannya tahun depan aja ya, insya Allah tahun depan Papa dapat cuti besar, kita bisa pergi jalan- jalan kemanapun kamu mau.”ujar papa, “benar pa?kalo gitu kita jalan – jalan ke Singapura dan kuala lumpur ya Pa.”ujar ku, papa mengangguk, “Hore……”aku teriak senang, “Papa, jangan memanjakan anak ah…”Ujar Mama, “Ih… Mama…pa, gimana boleh ya pa?”tanya ku, Papa mengangguk setuju, “Horeeee….”aku berteriak girang sambil keluar rumah, “Tia kamu mau kemana nak?”Tanya Mama, “Ke halte Ma.”Ujar ku, “Ngapain?”Tanya Mama, aku hanya tersenyum simpul.Aku melihat perempuan itu lagi, kali ini dia memakai baju dengan warna yang sama, dan seperti biasa dia menangis, aku ingin sekali mendekatinya, tapi entah kenapa aku merasa takut, lelaki di sebelah perempuan itu sedang asyik membaca Koran, aku sempat heran kenapa lelaki itu tidak perduli pada perempuan itu.Tak lama lelaki itu pergi menaiki bus, perempuan itu kini tinggal sendiri, dia masih menangis, aku pun mencoba mendekatinya, “Mbak, mbak kenapa koq mbak nangis?”Tanya Ku, seperti biasa dia tidak menjawab pertanyaanku. Malam ini aku masih menunggu di halte itu, hari sabtu dan minggu aku mengikuti kegiatan pramuka, jadi hampir setiap hari waktuku habis di halte hanya untuk menunggu supir pribadiku itu, dan hampir setiap hari pula aku bertemu denga perempuan itu, aku pun mencoba memperkenalkan diri lebih dulu, “Mbak, kenalkan nama ku Tia, aku sering melihat mbak disini, mbak ngapain setiap hari menunggu di halte ini?”aku memberanikan diri untuk bertanya, dia menoleh padaku, “Nama ku Ana, aku sedang menunggu seseorang.”Ujar nya. “Ohh… mbak menunggunya setiap hari ya?”Tanya ku, dia mengangguk, “Kenapa?”Tanya ku lagi, “Maksudnya?”Tanya Ana, “Kenapa Mbak menunggunya?”Tanya ku, “Dia orang yang paling special dalam hatiku, namanya Mas Hardi, dia itu cinta pertamaku, dan dia berjanji akan melamarku.”Ujar Ana,”Tapi kenapa mbak menunggunya disini?”Tanya ku lagi, “Karena dia memintaku untuk menunggunya di halte ini.”Ujarnya, “Mbak sudah nunggu Mas Hardi itu berapa lama?”Tanya Ku, “Lebih kurang 3 bulan.”ujarnya, “Hah… selama itu mbak nunggu di halte ini?”Tanya ku, dia mengangguk, “Benar- benar perempuan setia, “Batinku.Sejak saat itu, aku selalu menemui mbak Ana di halte itu, aku banyak mendengar cerita- ceritanya tentang kisah cintanya bersama Hardi,mulai dari pertemuan pertama yang tidak disengaja, saat mereka janjian, bahkan saat hubungan mereka ditentang oleh orang tua Ana gara- gara Mas Hardi itu belum bekerja, “Kamu harus berjuang untuk cinta kamu ya Tia.”ujarnya padaku, “Ahhh…mbak Ana, aku kan belum punya pacar.”ujar ku, “Masa?kayak nya gak mungkin kalo kamu belom punya pacar.”ujarnya, “Bener mbak, ntar kalo aku udah punya pacar aku kenalin ke mbak Ana ya, “Ujar ku, dia hanya mengangguk. “Mbak, aku boleh Tanya gak?”Tanya ku, “Mau Tanya apa?”ujarnya, “Kenapa sich, Bapak- bapak itu melihat aku terus?apa ada yang salah dengan aku ya?”Tanya Ku, “Enggak ada koq,udah gak usah dipikirin,biar aja bapak itu melihat kamu, gak usah diperduliin ya.”Ujar nya,aku mengangguk, “Oh ya mbak, ngomong-ngomong rumah mbak dimana sich?”Tanya ku, “Kamu mau tahu?”Tanya mbak Ana, aku mengangguk, “Kalau aku kasih tahu nanti kamu takut?”Tanya Mbak Ana, “Takut kenapa mbak?”Tanya ku lagi, “Rumahku di sebelah sana.”ujarnya sambil menunjuk tempat pemakaman, “Pemakaman mbak?”Tanya ku, “Kamu takut ya?tenang aja aku gak gigit koq, “Ujarnya lagi, aku tersenyum .Jujur, aku benar- benar penasaran dengan perempuan yang bernama Mbak Ana itu, dia memang belum cerita banyak padaku, tapi aku benar- benar penasaran dengan ceritanya.”Mbak, hubungan Mbak dengan Mas hardi itu bagaimana?”Tanya ku, “Kamu mau dengar ceritaku?”Tanya Mbak Ana, aku mengangguk, dia pun memulai ceritanya, “3 bulan aku menunggunya, aku pacaran dengan Mas Hardi selama 1 tahun, tapi selama itu pula orang tua ku tidak setuju, karena Mas Hardi itu pengangguran, Mas Hardi bukan seorang pemalas, dia sangat rajin mencari kerja, tapi tamatan SMA mau kerja apa?orang tuanya memang termasuk keluarga berada, tapi Mas Hardi mempunyai hubungan yang buruk dengan orang tuanya, karena itu lah makanya aku tidak pernah dikenalkan ke keluarganya, Mas Hardi berjanji akan mencari kerja, dan kalau sudah punya uang cukup dia mau melamarku, dia tidak perduli dengan keluarganya, katanya akulah yang paling berharga untuknya.Aku bangga dengan Mas hardi, keuletannya semakin membuatku sayang sama dia. Kami sempat ingin “Kawin lari.”tapi kecelakaan itu merubah segalanya, tepat di jalan ini, Mas Hardi jatuh bersimbah darah, Saat itu saat kami kabur dari rumah, perutku terasa lapar, Mas Hardi pun pergi mencari makanan untuk kami, saat ingin menyebrang jalan, tiba- tiba sebuah truk tronton menabrak tubuh Mas Hardi, nasi yang di beli Mas Hardi pun jatuh berserakan, aku sangat terkejut melihat kejadian itu, Saat itu aku sedang menunggunya disini, di halte ini, aku pun lari menghampiri tubuh yang sudah bersimbah darah itu, aku gak kuat melihat Mas Hardi tidak berdaya, tak ada seorang pun yang mau menolong, mereka takut berurusan dengan polisi, akhirnya Mas Hardi hanya di biarkan di tengah jalan tanpa ada satupun orang yang mau menolongnya, aku pun berlari meminta pertolongan, aku pun menyebrang kembali menuju halte ini, tapi tiba- tiba, aku pun tertabrak sebuah mobil yang sedang melaju kencang, tubuhku terasa ambruk, tulang- tulangku terasa remuk,“ Dia tidak melanjutkan ceritanya, Mbak Ana hanya menangis.Aku sangat terharu mendengar ceritanya, lalu aku pun bertanya padanya, “Tapi setelah tertabrak Mbak Ana gak apa- apa kan?”Tanya ku, “Aku sempat di bawa ke rumah sakit, tapi…..”Dia tidak melanjutkan ceritanya, “Tapi apa mbak?”Tanya ku penasaran, “Nanti kau juga akan tahu,”Ujarnya, aku pun terdiam, aku benar- benar penasaran dengan ceritanya, tapi aku takkan memaksa seseorang untuk bercerita.“Mbak, mbak bicara sama siapa?”Tanya penjual Koran yang duduk disampingku, “Aku bicara sama….loh mana Mbak Ana? Bapak lihat perempuan yang di sebelah saya gak?”Tanya ku, “Dari tadi saya tidak melihat siapa- siapa mbak.”Ujarnya, “Masa?tadi saya ngobrol dengan seorang perempuan bernama Ana, pacarnya meninggal di tabrak truk tronton.”Ujar ku. “Ohh…memang ada mbak dan kejadian itu sekitar 2 atau 3 bulan yang lalu, tapi setahu saya mereka berdua sudah meninggal, kayak romeo dan Juliet gitu mbak ceritanya, yang cowoknya mati di tabrak truk tronton,nah pas ceweknya mau nolong saat nyebrang tuh cewek di tabrak mobil sedan gitu mbak, gara- gara gak hati- hati, lampu lalu lintas masih hijau, tapi mbak itu terus menyebrang jadi ya…..gitu dech mbak, mati.”Ujar penjual Koran itu.Aku terhenyak, jadi perempuan yang selama ini ku temui di halte itu ……….”Mbak, mbak kenapa?”Tanya penjual Koran itu, tiba- tiba mobil sedan sudah ada di depan, “Loh, non Tia, non Tia kenapa?”Tanya Pak Min, tubuhku terasa lemas, “Pak Min kita pulang sekarang, mulai besok dan seterusnya jemput aku di sekolah saja.”Ujar ku, “Tumben non, biasanya minta di jemput di halte, emang kenapa non?tanya Pak Min, aku tidak menjawab.